Monday, February 19, 2018

GARA-GARA DILAN

Aku telah terjangkit virus Dilanisasi.

Setelah sekian lama tertunda menonton ini dan ngiler tiap kali nonton trailernya di Youtube juga IG stories orang-orang. Sejak kabar novel ini akan difilmkan aku udah sangat excited nungguin. Aku suka bukunya, meski sampai sekarang belum selesai kubaca karena selalu saja ke-distract.. Tapi novel karya Pidi Baiq ini kusuka meski terkadang dialog dan humornya sedikit absurd.

Habis nonton film “Dilan 1990” ungkapan “masa indah adalah masa SMA” jadi seolah kembali dibangkitkan. Benarkah masa SMA masa paling indah? Well, buat aku sih kenangan di SMA punya memori tersendiri yang tak bisa dilupakan. Memang sempat terabaikan, tapi film “Dilan 1990” seakan mengajak untuk kembali bernostalgia. Sepanjang film bawaannya mesem-mesem sendiri, sementara suami yang menemani malah ngantuk hampir tertidur. Kalau diingat-ingat, tidak ada adegan spesifik dari film itu yang persis sama dengan pengalamanku, tapi perasaan yang muncul selama nonton film inilah yang membangkitkan rasa nostalgia itu. Padahal settingan film ini tahun 1990, dan saat itu aku masih umur 5 tahun. Tapi ada beberapa scene dan kebiasaan yang kayaknya masih relevan dengan masa aku SMA dulu. Diantaranya; upacara sekolah, ngobrol lama di telepon sama gebetan, terima surat cinta, digombalin pake kata-kata puitis, sampai berantem karena rebutan cewek. Fun fact: dulu tiap kali ada yang mencoba puitis dan romantis pasti bikin aku pengen muntah. Tapi entah kenapa puitisnya Dilan malah bikin kesemsem kepikiran terus. Milea yang digombalin, Tante Fanie yang ikutan berbunga-bunga.

Btw, scene yang bikin aku ngakak banget sangking relatable-nya adalah saat Milea tiba-tiba ganti baju karena Dilan mau dateng. Ini pernah banget (bahkan sering) kejadian di aku. Haha. Sumpah, kelakuan ABG banget gasih. Pakai baju cakep di rumah seolah harus selalu kece. Padahal meh. Kalau diingat sekarang sih lucu, padahal dulu waktu ngalaminnya cukup bikin ketar ketir.

Dari sejak awal diumumkan kalau Iqbaal terpilih jadi Dilan, aku bukan termasuk ke golongan kontra. Ngeliat pembawaan Iqbaal yang cuek apalagi saat dia main gitar sambil nyanyi, alamaaaak... tatapannya bikin jantung degap degup nggak karuan. Padahal sebelumnya aku bukan fans Iqbaal apalagi CJR. Siapa sangka ternyata pesona Iqbaal justru memikat hati ibu-ibu beranak macam aku. Dan kuyakin, I’m not the only one. Ya kan?? Hayo, ngaku! 😆

Begitupun dengan Milea, I have no complain at all. Nggak hanya bermodal wajah yang cantik pisan, Vanesha memerankan karakternya dengan sangat apik. Segala judes dan manjanya dapet banget. Apalagi chemistry-nya dengan Iqbaal bikin kita seakan terhanyut dalam romansa keduanya. I believe she’s going to be the next Indonesian sweetheart.

Film ini dikemas dengan sangat ringan. Bahkan cenderung minim konflik. Fokus di film ini cuma seputar awal mula perkenalan antara Milea dan Dilan sampai akhirnya mereka jadian. Semuanya mengalir dengan natural, layaknya percintaan anak SMA. Betapa gengsinya Milea saat awal Dilan deketin sampai akhirnya malah kepincut jatuh hati. Tapi yang bikin agak kurang sreg ngeliat adegan Milea yang cenderung agresif pada Bunda-nya Dilan. Dari panggilan “Ibu” terus malah request sendiri mau manggil “Bunda” biar samaan ama Dilan. Kebayang kalau anak sendiri yang begitu kok ngeri ya. Teruuus, pulang sekolah kok malah keluyuran sampai malam sama cowok naik motor. Mbok ya pulang dulu, ganti baju, pamitan sama orang tua gitu loh, Dik *terlalu serius*

Tapi yah balik lagi, namanya juga film. Anggap saja mungkin ini adalah bumbu supaya lebih meresap ditonton. Bukan untuk ditiru, cukup dinikmati saja.

Terima kasih Dilan Milea, sudah membuatku merasakan kembali gelora asmara masa muda. Mengenang betapa nikmatnya rasa deg-degan tiap kali dering telepon berbunyi berharap si doi yang menelepon, betapa manisnya masa-masa PDKT, betapa indahnya digombalin dengan kata-kata sayang nan mesra sebelum tidur, dan betapa serunya sensasi dikirimin surat cinta yang berisi rayuan oleh orang yang terlihat cuek padahal naksirnya sampai ke ubun-ubun.

Juga terima kasih Iqbaal dan Vanesha, telah menghidupkan kedua karakter ini nyaris tanpa cela  sehingga aku sebagai penontonpun merasakan chemistry yang telah susah payah kalian bentuk. Bikin aku keluar bioskop dengan muka yang tak henti-hentinya tersenyum dan hati berbunga-bunga. Sampai aku lanjut begadang nontonin video kalian di Youtube dan ngeliatin postingan Instagram kalian hingga dini hari begini. Dan akhirnya aku merasa harus menuangkan segala excitement-ku dalam bentuk tulisan biar nggak mendem nambah jerawat.

Akhirul kalam,
dedeq Iqbaal, kakak padamu ❤️
((KAKAK))

No comments:

Post a Comment