Tuesday, October 6, 2015

TRYING TO CONCEIVE


Everyone has their own trying to conceive stories. And here goes mine.

Saya dan suami menikah di awal tahun 2012. Sejak awal menikah, kami tidak pernah berencana menunda kehamilan. Selayaknya pasangan pada umumnya, beragam pertanyaan selalu kami hadapi. Mulai dari pertanyaan yang bernada perhatian, kepo atau sekedar basa basi. Semuanya tidak pernah saya ambil pusing, karena toh yang menjalani kami berdua. Namun pertanyaan paling juara adalah, "gimana perasaan kamu sudah 3 tahun nikah tapi belum punya anak?" atau "kamu belum punya anak kok tidak mau ikhtiar?". Hellooooo, emang perlu ya saya bikin pengumuman usaha apa saja yang kami tempuh untuk mendapatkan keturunan? Atau harus ya saya sedih terus memikirkan kenapa Allah belum mempercayakan keturunan pada kami? Selama ini saya percaya, manusia cuma bisa berusaha, Allah penentunya.


Saya rasa sekarang adalah waktu yang tepat untuk berbagi perjalanan kami dalam memiliki keturunan. Karena saya yakin, cukup banyak pasangan di luar sana yang juga mengalami kegalauan yang saya dan suami rasakan.


***

Setelah 6 bulan menikah dan tak kunjung hamil, saya dan suami mulai khawatir. Kamipun mendatangi salah satu dokter di RS Bunda Cikini. Seperti prosedural dokter kandungan pada umumnya, saya pun diperiksa melalui transvaginal untuk pertama kalinya. Entah karena parno atau tidak rileks, sayapun muntah-muntah setelahnya. Hasil dari dokter, tidak ditemukan masalah dengan rahim saya. Lalu dokterpun menyarankan agar kami melakukan tes darah yang saya lupa detailsnya dan suami menjalani tes sperma. Setelah semua hasil keluar, kamipun kembali ke dokter. Tapi yang bikin kaget, saat melihat hasil darah saya dan suami, si dokter tersebut dengan santainya bilang, "oh, ini sih nggak akan bisa hamil". Mendengar omongan seperti itu tentu membuat saya dan suami shock berat. "Loh, kenapa dok?", tanya suami. Lalu masih tanpa rasa bersalah si dokter pun mengoreksi, "oh, ini hasil suami. Bisa sih kalau gitu". Ternyata beliau terbalik melihat hasil darah saya. Setelah itu saya dan suami pun berjanji kalau kami tidak akan pernah lagi kembali ke dokter tersebut. Jadi intinya, hasil darah saya dan suami terbilang bagus. Hanya saja ada masalah dengan hasil sperma suami.


Bersyukur sekali saya punya suami yang kooperatif. Ia suka rela ikut menemui dokter  dan mengonsumsi obat-obatan yang diberikan demi kebaikan kami bersama. Karena saya tahu, banyak sekali lelaki yang gengsi untuk memeriksakan dirinya. Seolah istrinya saja yang punya masalah ketika belum punya keturunan. Begitu pula dengan pandangan sosial di masyarakat kita yang selalu menganggap wanita adalah sumbernya. Perlu diketahui, untuk memulai program seperti ini, diperlukan kerja sama dan komunikasi yang baik dari suami istri tanpa memikirkan ego. Ini adalah ujian pertama, menurut saya. Mengakui kalau kita punya masalah dan mau memperbaikinya.


Berbekal tanya sana sini, termasuk googling yang tiada henti, kamipun mencari androlog yang bisa mengatasi masalah pada suami. Kami menemukan salah satu androlog yang praktik di RS Sam Marie. Cuma karena parno dengan RS Sam Marie yang terkenal dengan teori alergi sperma pada hampir semua pasiennya, kamipun menjumpai dokter tersebut di praktiknya di RS Sayyidah. Ternyata ditemukan ada varikokel pada suami. Namun dokter tidak menganjurkan operasi. Beliau hanya memberi kami berbagai macam vitamin. Seiring perjalanan, kamipun menemui shinshe di wilayah Mangga Dua. Namun sebelum sempat berhasil, shinshe tersebut meninggal dunia. Emang ya, nggak rejeki. Kamipun kembali ke pengobatan medis. Morula jadi pilihan kami saat itu. Sengaja kami pilih Dr. Ivan Sini karena kami tahu beliau yang terbaik di bidangnya. Atas saran beliau, kamipun menjalani proses inseminasi. Namun sayang, pada saat hari H, Dr. Ivan yang sibuknya naudzubillah itu berhalangan hadir sehingga digantikan oleh Dr. Anggi. Entah apa penyebabnya, inseminasi pertama kami gagal dan jadwal mens saya justru datang lebih awal. Selang beberapa bulan, saat menemani orang tua check up ke Island Hospital di Penang, saya pun iseng ketemu salah satu dokter ahli fertilitas disana. Pemilihan dokter saya lakukan secara random dan tanpa riset sama sekali. Pilihan saya jatuh pada Dr. Eric Soh Boon Swee. Tanpa kehadiran suami, dokter langsung menjadwalkan inseminasi di bulan berikutnya. Namun inseminasi kedua ini kembali gagal.


Kembali ke Jakarta, suami bertemu dengan salah seorang temannya yang ternyata juga punya permasalahan yang sama. Teman tersebut berhasil hamil alami setelah menemui salah satu dokter ahli fertilitas di Mount Elizabeth, Singapura. Saya lupa namanya. Tapi melihat resume-nya, ia cukup terkenal dan sering mengadakan seminar di Jakarta. Kamipun memutuskan untuk menemui dokter tersebut. Beliau sangat optimis kalau kami bisa hamil alami karena berdasarkan hasil transvaginal telur saya kuantitasnya cukup banyak. Sementara untuk sperma suami dapat diperbaiki dengan bantuan vitamin dan mengubah pola hidup. Menghindari panas di sekitar selangkangan, mandi dengan air dingin, berolah raga, kurangi intensitas naik sepeda, mengganti celana dalam dengan boxer berbahan satin, berhenti merokok dan no alcohol. Saat itu saya juga diberi resep obat suntik pembesar telur (saya lupa namanya) yang disuntikkan mulai hari ke-2 menstruasi. Biaya kami kali ini juga cukup mahal. Kalau dihitung-hitung, biaya vitamin dan obat suntik sudah menyamai biaya 2 kali inseminasi. Namun sayang, usaha kami kali ini juga belum membuahkan hasil.


Di salah satu perjumpaan, saya bertemu dengan salah seorang teman yang berhasil dikaruniai anak melalu proses IVF atau yang lebih dikenal dengan istilah bayi tabung. Saat itu saya dan suami masih belum siap mental untuk menjalani IVF. Apalagi selama ini dokter yang kami temui semuanya masih optimis kalau kami bisa hamil alami. Jadi saya pikir, biarlah IVF menjadi jalan terakhir bagi kami kalau sudah "mentok" nanti. Setiap kali bertemu dokter, tidak pernah sekalipun kami membahas kemungkinan IVF. Sampai akhirnya saya membaca perjuangan Alodita untuk memperoleh buah hati. Saat itu saya sudah langsung tertarik untuk berkunjung ke Penang dan menjumpai Dr. Devindran di Loh Guan Lye. Kami juga masih menimbang-nimbang plus minusnya IVF di Jakarta dan Penang. Terkendala jarak dan waktu yang terbatas, saya dan suami terlebih dahulu menemui Dr. Budi Wiweko di RS Yasmin RSCM. Saya sudah sempat menjalani HSG dan tes darah namun entah mengapa setahun berlalu, saya tak kunjung kembali ke Dr. Budi. Padahal saya banyak mendengar langsung cerita sukses mendapatkan momongan berkat bantuan beliau. Mungkin ini yang disebut belum berjodoh. 


Tahun 2015, saya dan suami mendapatkan kesempatan untuk naik haji. Kami tidak ingin menunda naik haji untuk mendahului program IVF. Saat itu saya pikir, bagaimana jadinya kalau program IVF ini gagal dan saya malah membatalkan untuk berkunjung ke tanah suci. Udahlah dosa terus ruginya dua kali, dong. Hasil kesepakatan dengan suami, kami akan naik haji dulu di tahun ini dan berhenti dari segala macam program agar bisa fokus beribadah nantinya. Sebenarnya sambil berharap bisa dapat mukjizat untuk tiba-tiba hamil alami juga sih.


Namun manusia cuma bisa berencana. Tuhan juga yang menentukan. Tiba-tiba mendapat kabar dari travel agent kalau quota naik haji kami baru diapprove untuk tahun depan sehingga gagal berangkat di tahun ini. Sedih, tentunya. Namun saya dan suami langsung berpikir, mungkin ini adalah petunjuk Allah agar kami bisa memulai program IVF terlebih dahulu. Disaat saya dan suami galau menentukan dokter di Jakarta atau Penang, seorang teman memberikan link ke blognya Sheggario yang berhasil hamil alami setelah kunjungannya ke Dr Dev. Setelah membaca pengalamannya, barulah saya dan suami mantap memutuskan kalau kami akan menemui Dr. Dev secepatnya.


AGUSTUS 2015


Pertengahan Agustus 2015, kami mulai menemui Dr. Dev. Berdasarkan hasil pertemuan dokter selama ini, saya dan suami mempersiapkan diri kalau ternyata suami diharuskan operasi. Sama sekali tidak terpikir oleh saya kalau ternyata justru saya yang diharuskan menjalani laparoskopi. Ketika dicek, ditemukan endometriosis di rahim saya. Saat itu saya shock, karena selama ini terlalu fokus untuk memperbaiki kualitas sperma suami sampai melupakan kondisi rahim saya sendiri. Dokterpun langsung menjadwalkan laparoskopi keesokan harinya. Tanpa persiapan apapun, hanya berbekal percaya pada dokter sayapun menjalani laparoskopi. Namun dokter menenangkan kami, kalau ini adalah operasi kecil. Setelah laparoskopi, sayapun diperbolehkan pulang. Namun karena asuransi, saya diharuskan untuk menginap satu malam. Awalnya saya meminta kamar kelas 1 agar suami bisa ikut menemani. Tapi dokter tidak mengijinkan. Menurut beliau, tidak perlu karena di kamar sharing juga suster akan rajin memantau keadaan. Akhirnya saya menginap di rumah sakit, sementara suami kembali ke hotel. 


Rasanya setelah laparoskopi? Nggak berasa apapun. Saya mulai dibius sebelum masuk ke ruangan operasi. Saat itu jam 11 siang. Ketika setengah sadar, saya langsung melihat jam dan ternyata sudah jam 1 siang. Karena tidak merasakan apapun, saya bahkan sempat bertanya pada suster di recovery room, "have I done?". Lucu juga sih kalau diingat-ingat. Yang tersisa setelah operasi cuma 3 baret kecil. Alhamdulillah, operasi berlangsung lancar dan tidak ditemukan adanya sumbatan apapun di saluran tuba saya. Ketika bertemu dokter, beliau menyarankan untuk langsung menjalankan program IVF di bulan berikutnya. Dan kali ini saya dan suami juga merasa lebih siap. Insya Allah Dr Devindran adalah jalan Tuhan untuk memberikan kami momongan. Amin.


 SEPTEMBER 2015 
 

Akhirnya hari yang ditunggu-tunggu datang juga. Saya berhenti sementara dari semua pekerjaan. Agak bikin kaget banyak orang sih, karena rencana IVF ini persiapannya terbilang cukup singkat. Tapi saya percayakan kata dokter. Menurut beliau, jika saya menunda program IVF, maka saya harus minum obat penunda mens agar endometriosisnya tidak kembali. Sebelum berangkat, saya pastikan agar semuanya under control sehingga tidak akan membuat saya stres nantinya saat memulai program. Dokter memprediksi jadwal haid saya akan datang lebih cepat setelah laparoskopi. Namun saya dan suami berangkat ke Penang sebelum jadwal haid karena ingin menemui dokter terlebih dahulu. Di hari ke-2 mens, jadwal suntik saya pun dimulai. Seorang suster mengajarkan saya cara meracik obat dan menyuntiknya di area perut. Sebenarnya dokter menyarankan agar suntikan kedua keesokannya dapat dilakukan di rumah sakit agar saya bisa menunjukkan pada suster kalau saya melakukannya dengan benar. Namun setelah percobaan pertama, suster bilang kalau saya bisa melanjutkan suntiknya sendiri tanpa harus kembali ke rumah sakit. Katanya, saya terlihat percaya diri saat memegang jarum suntik dan tidak gemetaran sama sekali. Yah, mengingat suntik menyuntik ini sudah pernah beberapa kali saya jalani sebelumnya. 

Di suntikan hari ke-5, saya kembali ke dokter untuk mengecek perkembangan telur. Saya sempat syok dan down saat dokter bilang jumlah telur yang ada di rahim saya cuma ada 8 telur. Kenapa syok? Karena selama 3,5 tahun bolak balik dokter, semuanya bilang telur saya banyak. Bahkan hasil HSG setahun yang lalu juga menunjukkan demikian. Sedih dan hopeless. Kata Dr. Dev, ini biasa terjadi pada wanita yang memiliki riwayat endometriosis. Jumlah telur akan menurun, katanya. Beliau pun menganjurkan saya untuk mengonsumsi putih telur sebanyak 4 butir per hari. Tidak puas dengan hanya mendengar kata dokter, saya pun iseng googling dan tanya sana sini. Benar saja. Banyak yang membesarkan hati saya bahwa kuantitas tidak menentukan keberhasilan IVF, melainkan kualitas. Saya kembali bersemangat mengonsumsi telur. Meski rasanya hampir muntah ngebayanginnya, tapi saya kembali memotivasi diri saya bahwa ini adalah untuk kebaikan saya sendiri. Hari pertama kedua sih masih semangat makan telur, tapi di hari-hari berikutnya saya sudah mati rasa. Tapi demi ya demi...

Tiba saat OPU (Ovum Pick Up) tiba, di tanggal 16 September 2015. Kebetulan hari itu adalah tanggal merah memperingati Hari Malaysia. Tapi Dr Dev tetap masuk karena memang jadwal OPU tidak dapat diganggu gugat. Saya masih deg-degan tiada henti. Apalagi mengingat jumlah telur yang tidak seberapa itu. Sebelum masuk ruangan operasi, saat ganti baju saya menyempatkan diri untuk berwudhu agar pikiran bisa lebih tenang. Tidak henti-hentinya saya berzikir dan membaca semua hafalan yang terlintas di kepala. Berbeda dengan saat laparoskopi, ketika menuju ruangan operasi saya masih dalam keadaan sadar. Deg-degannya berlipat ganda. Saya baru dibius ketika dokter tiba. Itu juga katanya bukan bius total. Tapi saya sama sekali tidak ingat apa yang terjadi di ruangan itu. Yang saya ingat betapa saya meracau nggak jelas dan kebanyakan soal makanan. Kebiasaan banget kalau teler, yang kebayang pasti makanan terus deh. Hehe. Alhamdulillah, proses pengambilan telur berjalan lancar. Saatnya menunggu kabar dari klinik mengenai embrio yang akan ditransfer nantinya. 

Selama menjalani proses suntik menyuntik di Penang, saya menyewa salah satu kamar di bungalow milik Mrs. Candy Bee di daerah Tanjung Bungah. Lokasinya cukup jauh dari rumah sakit, namun daerahnya sangat tenang dan bisa jalan kaki ke pantai yang letaknya di seberang bungalow. Selain itu, rumahnya bersih dan Mrs Bee juga sangat baik pada kami. Tampaknya pasien IVF diperlakukan sedikit istimewa. Saya tinggal disana selama 2 minggu. Namun setelah OPU, kami memutuskan untuk pindah ke hotel mengingat kamar yang ada di lantai atas. Saya agak parno naik turun tangga dan bepergian jauh naik mobil. Makanya memutuskan untuk pindah ke hotel dekat rumah sakit. 

Satu hari setelah OPU, kami tak kunjung menerima kabar apapun dari klinik. Saya dan suami mulai resah memikirkan kualitas embrio kami. Takut kalau ada apa-apa yang menghambat proses. Akhirnya karena tak sabar, suami pun menelepon klinik menanyakan kabar. Suster yang mengangkat telepon  memberi tahu kalau kami dapat melakukan ET (Embryo Transfer) keesokan harinya di tanggal 18 September 2015. Rasa deg-degan masih menggemuruh memikirkan kualitas embrio. Namun saya dan suami cuma bisa tawakkal berserah diri. Kami pasrah dengan segala hasil. Sesaat sebelum proses ET, embryologist menghampiri saya yang sudah bersiap masuk ke ruangan operasi. Ia mengabarkan mengenai kualitas embrio kami. Kebijakan di Loh Guan Lye, embrio yang dapat dimasukkan cuma 2. Dan yang dibekukan 2. Sehingga embrio yang diperlukan oleh pasien hanya 4 saja. Alhamdulillah, kami mendapatkan 2 embrio dengan grade 5 (yang paling tinggi) dan 2 embrio dengan grade 4. Di hari itu yang dimasukkan adalah 1 embrio dengan grade 5 dan grade 4. Sisanya dibekukan untuk proses selanjutnya. 


Saat proses ET, tidak dibius sama sekali. Semuanya dilakukan dengan kondisi pasien dalam keadaan sadar. Rasa sakit masuknya kateter tertutupi oleh rasa malu karena harus ngangkang di hadapan dokter dan suster. Tapi semuanya menenangkan saya. Bahkan sebelum proses ET, saya masih sempat bercanda dengan Dr. Dev dan para suster di ruangan. Proses ET dilakukan di ruangan operasi, tempat OPU dilakukan. Oleh karena itu, suami tidak diperkenankan masuk. Selama proses berlangsung, saya menggenggam erat selimut yang menutupi bagian kaki saya. Untuk mengurangi rasa gugup dan pikiran yang kesana kesini. Melihat saya yang bereaksi seperti itu, salah seorang suster berinisiatif menggenggam tangan saya di sepanjang proses sehingga saya bisa sedikit rileks. Prosesnya juga cuma 15 menit. Sempat tegang sewaktu dokter bilang, "it's quite difficult". Setelah proses selesai, barulah dokter menjelaskan kalau posisi rahim saya agak ke belakang sehingga dokter agak kesulitan saat memasukkan kateter. Selebihnya proses ET berlangsung dengan lancar. Tapi yang bikin sesak itu adalah harus nahan pipis. Lumayan lama lho. Perut harus diisi air sebelum ET. Lalu setelah ET, baru boleh pipis setelah 1/2 jam. Itu juga pipisnya di pispot yang dibawain suster di ruangan recovery soalnya belum boleh bergerak dulu selama 2 jam. Tapi saat itu pikiran saya, demi ya demi. Jadi semua rasa sakit, lelah hilang dalam sekejap.


***

Menulis pengalaman ini di blog untuk dibaca banyak orang bukanlah perkara mudah. Saya juga tidak terlalu banyak berbagi di sosial media perihal perjuangan saya dan suami dalam memperoleh keturunan. Namun kali ini saya pikir, begitu banyak orang yang juga berjuang dan butuh informasi. Saya terbantu karena Andra dan Sheggario berbagi ceritanya. Dan saya berharap, semoga cerita saya juga dapat membantu orang lain di luar sana. Setidaknya memberi sedikit pencerahan. Namun satu hal yang saya pelajari selama proses IVF ini, setiap tubuh memiliki sistemnya sendiri-sendiri. Kita tidak akan pernah bisa membandingkan kondisi tubuh kita dengan orang lain karena treatmentnya sudah pasti berbeda. Teliti dalam memilih dokter. Please make sure the doctor take a very good care of you and doesn't make rush decisions. Kalau perlu, cari second, third atau forth opinion. Saya tahu, memilih dokter terkadang cocok-cocokan. Namun yang bikin saya puas dengan Dr. Dev dan seluruh stafnya, saya percaya beliau benar-benar teliti dalam menghandle kasus saya. Beliau juga selalu memberi semangat pada kami.  Pernah suami bertanya pada dokter soal kekhawatirannya. Lalu sambil bergurau dokter menjawab, "you don't have to worry. This is not a unique case. A lot of people has the same problem as yours". Saya yakin, setiap pasiennya pasti merasa istimewa dengan treatment dan perhatiannya. Masuk ke ruang tunggu klinik Dr. Dev saya bertemu banyak orang, mostly Indonesians. Berbagi cerita dengan sesama pasien dengan segala latar belakang dan beragam macam perjuangannya. Saya merasakan energi positif and I feel there is hope. Would I recommend you to see Dr. Dev? Absolutely YES!


ps: This is my honest opinion based on my personal experience and I hope this post could help.


22 comments:

  1. Looking forward to hear the good news kak fan. Hopefully the bundle of joy is growing healthy and safely in your womb...

    ReplyDelete
    Replies
    1. Hai fani salam kenal dari banten... terharu baca blognya... 😢😢
      Bolehkah sya tau brpa biaya yg sudah dkluarkan utk prog. IvF ini...
      Sya jg sudah hmpir 5 thn blm mndpatkan amanah itu..
      Pdhal hasil tes2 kshtan sya n suami mnjukan hsil normal.. sedih bgt ktika dr brrpa dokter hasilnya mnjukan baik tp kami blm jg dpt momongan...
      Sya jd ingin k dr.dev jg tp psti byyanya mahal ya.. trmksh

      Delete
  2. Hi Fanie, baru aja diforward temen link blog kamu. Terima kasih banyak untuk reshare blognya Ario.

    Kita ber2 berharap perjalanan rollercoaster itu bisa bermanfaat buat pasangan lain yang lagi usaha juga. Tanpa framing ke dokter atau tindakan tertentu.

    Berarti bulan Oktober ini kamu udh tau hasilnya dong yah? Aku & Ario berharap kabar baik, but you can keep it to yourself atau orang2 terdekat dulu hehe. Whatever the result is, Tuhan yang paling tau waktu yang tepat buat kita yah.

    Semoga kamu & suami sehat & kompak selalu.. Dan tulisan kamu yang bagus ini bisa menginspirasi orang lain :)

    Nucha & Ario

    ReplyDelete
    Replies
    1. hai nucha dan ario, terima kasih banyak ya sudah sharing pengalaman kalian. aku dan suami memang sudah berniat dari awal akan sharing ini di blog dan berterima kasih pada kalian dan juga andra atas informasinya. semoga sehat terus dan semoga lancar ya persalinannya nanti :*

      Delete
  3. As mentioned on the PS, it is a very honest post :) I wish I could also share the story.. karena semua stories yg kita google on this issues sangat2 lah membantu buat yg sdg menjalani proses ini... apalagi yg bisa mendeskripsikan dgn detail apa yg kita rasakan di setiap prosesnya... But I'm no a good writer hehehe... looking forward for the good news fan... *bighug*

    ReplyDelete
    Replies
    1. hahaha tiiik, makasih banyak ya udah sharing. pengalaman tika jg yg bikin aku terdorong untuk ivf *hugs*

      Delete
  4. hai,salam kenal..brapa biaya yg dihabiskan selama program ivf nya?total biaya ivf dan biaya hidup,transportasi,tempat tinggal,dll?terima kasih banyak..

    ReplyDelete
    Replies
    1. halo, untuk prosedur ivf nya sekitar 13.000 s/d 15.000 ringgit tergantung kondisi dan obat2an yang dipakai. detailsnya akan aku bikin di postingan selanjutnya ya.

      Delete
    2. This comment has been removed by the author.

      Delete
  5. Hi mbak, pretty much pertanyaannya sama dengan chen lunk. Saya pernah failed IVF di jakarta and pengen coba di penang juga. Hope you nailed it in your first attemp!

    ReplyDelete
    Replies
    1. halo, untuk prosedur ivf nya sekitar 13.000 s/d 15.000 ringgit tergantung kondisi dan obat2an yang dipakai. detailsnya akan aku bikin di postingan selanjutnya ya.

      Delete
  6. Assalammu Alaikum Mbak Fanie.. Seneng bgt bs nemu blognya mbak krn rencana aku jg mau berobat ke penang sama dokter devindran jg. Klo blh tau mbak sebelumnya apakah ada appointment dulu via telp ato email ke kliniknya ya? Aku msh bingung sama prosedurnya, mungkin klo mbak berkenan bs share detail prosedurnya ke emailku tessawidya@gmail.com. Makasih banyakkk ya mbak dan smoga sukses program ivf-nya. Amiinnnnn..

    ReplyDelete
  7. Assalamualaikum Mbak fanie aku senang baca hasil dari penjuanganmu ,, alhamdulillah turut bahagia yaa ,, aku juga sudah 9th blom d karuniai , aku blom coba dr d jkt ataupun d lain2,, bhubung aku mmg tinggal nya di daerah NTT yg jauh jd masih ingin caritahu pengalaman yg senasib dan pngobatan yg bagus dll,, tante aku umurx 40+ kmren brhasil IVF di dr.auoky rs.siloam sby, dan stlah dy kstau k aku soal pnglaman n biaya dsna -+ 100jt ,, jd untk mngikuti nya kami harus mpsiapkan sglany tmasuk biaya yg bgt besar ,, kmren mama aku bru saja brobat ke adventist hospital penang, tp syg ny aku ga ikut jd ga bs cari tau soal dsna, plis d perjelas postingan soal biaya dll,, biar insya allah kalau allah mengizinkan kami bisa kesana dan mempersiapkan segalanya,, terimakasih sx lg mbak, smoga ap yg skrg mbak rasain bahagianya bs sgra kami rasakan juga yaa ,, amin yra *hug

    ReplyDelete
  8. Hi mba...RM13,000s/d15,000 itu biaya yg khusus tuk IVF nya aja kan ya.. lalu yg tindakan laparoskopi dan tuk biaya penginapan dll disana sampe brpan mba? Pembayaran disana harus cash ato bisa card mba?

    ReplyDelete
  9. Hi mba...RM13,000s/d15,000 itu biaya yg khusus tuk IVF nya aja kan ya.. lalu yg tindakan laparoskopi dan tuk biaya penginapan dll disana sampe brpan mba? Pembayaran disana harus cash ato bisa card mba?

    ReplyDelete
  10. Haloo Fanie, boleh minta contact numbernya Candy Bee tempat kamu nginep? Thank u sebelumnya...

    ReplyDelete
  11. Hallo fan, makasih buat share pengalaman nya. Baca blog kamu, Andra sama ario bikin gue semangat lagi buat ngejalanin program ivf. Rasanya down banget emang ketika kita butuh support tapi gak banyak orang di sekitar kita yang tau kondisi kita. Capek juga njelasin satu satu. Akhir taun ini rencana gue ama suami mau nyoba berobat ke Penang, semalem dapet cerita dari suami juga istri temen dia berhasil hamil setelah nyoba ivf di sana. Ikhtiar di Indonesia udah ganti dokter sama rumah sakit sebanyak 4 kali belum membuahkan hasil. Ya walaupun belum tentu juga hasilnya di sana kayak apa, Tuhan yang lebih tau kapan waktu yang tepat buat kita punya momongan. Ngebantu banget tulisan nya Fan, menginspirasi.

    ReplyDelete
  12. Mba fanie salam kenal ya..Sya berencana dalam waktu dekat konsul dgn dok dev..kalau ngk keberatan boleh minta no wa mba? ada yg mau sy tanyakan tks mba

    ReplyDelete


  13. Saya rekomendasi penginapan ko Adrian dan isterinya Meliana Panjaitan di seberang Lam Wah Ee. Recommended banget.

    Bersih. Facilitas lengkap.
    Suami isteri ramah.
    Cocoklah untuk yg mau cari nyaman selama stay di Penang.

    ko adrian +6012 9036135 (bbm 7B4A5B83)
    meliana panjaitan +6016 4590494 (bbm 58AB3D42)

    ReplyDelete
  14. Susah cari penginapan yang cocok di Gurney atau Pulau Tikus. Lebih jauh dari pasar, lebih mahal atau lebih susah dapat cari banyak pilihan tempat jual makanan ....... banding Mewah Court.

    Saya sangat merekomendasikan penginapan ko Adrian & isterinya Meliana Panjaitan. Mewah Court yang di depan Lam Wah Ee. Saya pernah coba beberapa penginapan lain di Mewah Court dan sudah sharing pengalaman dengan teman2 lain.

    Tempat ko Adrian lebih bersih dan nyaman dibanding banyak penginapan2 lain di Mewah Court. Facilitasnya lengkap. Dan suami isteri ramah.

    Kayaknya mereka juga ada penginapan dekat Gurney. Tapi saya rekomendasikan penginapan ko Adrian di Mewah Court.

    Adrian +6012-903 6135 (pin BBM 7B4A5B83)
    Meliana Panjaitan +6016-459 0494 (pin BBM 58AB3D42)

    ReplyDelete
  15. Saya sangat bersyukur kepada Ibu Iskandar Lestari karena telah memberi saya pinjaman sebesar Rp700.000.000,00 saya telah berhutang selama bertahun-tahun sehingga saya mencari pinjaman dengan sejarah kredit nol dan saya telah ke banyak rumah keuangan untuk meminta bantuan namun semua menolak saya karena rasio hutang saya yang tinggi dan sejarah kredit rendah yang saya cari di internet dan tidak pernah menyerah saya membaca dan belajar tentang ISKANDAR LESTARI LOAN FIRM di salah satu blog saya menghubungi Mrs Iskandar Lestari konsultan kredit via email: ((iskandalestari.kreditpersatuan@gmail.com)) dengan keyakinan bahwa pinjaman saya diberikan pada awal tahun 2017 dan harapan datang lagi, kemudian saya menyadari bahwa tidak semua perusahaan pinjaman di blog benar-benar palsu karena semua hutang finansial saya telah diselesaikan, sekarang saya memiliki nilai yang sangat besar dan usaha bisnis yang patut ditiru, saya tidak dapat mempertahankan ini untuk diri saya jadi saya harus memulai dengan membagikan kesaksian perubahan hidup ini yang dapat Anda hubungi Ibu Iskandar
    via email: ((iskandalestari.kreditpersatuan@gmail.com)) atau melalui dia
    BBM INVITE: {D8980E0B}

    ReplyDelete