Tuesday, July 26, 2016

CERITA HAMIL PASCA IVF

Bagi saya hamil ini adalah anugerah. Yah, mengingat kehamilan ini sudah sangat saya dan suami nanti-nantikan. Tapi layaknya perempuan hamil pada umumnya, saya pun mengalami beberapa symptomps yang bikin parno atau tidak mengenakkan. Saya tidak mau menyebutnya sebagai keluhan, karena kok kesannya tidak bersyukur banget. Saya hanya ingin berbagi cerita disini, sebagai pengingat buat saya sendiri dan syukur-syukur bisa bermanfaat bagi kamu yang membacanya. So here it goes.


TRIMESTER PERTAMA (1-12 minggu)
Tepat 2 minggu setelah Embryo Transfer, saya kembali ke Penang untuk menemui Dr. Devindran dan mengecek apakah saya hamil atau tidak. Alhamdulillah wa syukurilah, dari hasil tes darah bHCG saya menunjukkan kalau saya positif hamil. Selama 2 minggu penantian, saya sama sekali tidak berani untuk testpack. Sudah terlalu trauma kalau hasilnya ternyata negatif. Hasil tes bHCG saya saat itu 372,6 dengan perkiraan hamil 4 minggu. Salah seorang teman saya dari Geng TTC, Ima, memberi tahu kalau hasil bHCG tinggi bisa berpotensi memiliki anak kembar. Saat itu saya tidak mau terlalu berharap. Dikasih hamil singleton saja sudah bersyukur sekali, apalagi kembar.

Tidak banyak symptomps yang saya rasakan di awal kehamilan. Saya bahkan belum terasa mual, hanya kram biasa dan payudara yang terasa amat sangat berat. Selera makan pun masih biasa saja. Tapi di awal kehamilan ini saya tetap melanjutkan pola makan seperti masa 2 weeks wait. Ya, makan sehat tanpa MSG dan rebusan putih telur setiap harinya. Kalaupun ada beberapa makanan yang saya idam namun tidak sehat, saya minta penjualnya untuk memasak tanpa MSG dan saya makan secukupnya saja. Karena belum terlalu banyak perubahan yang saya rasakan, saya malah sempat berpikir benarkah saya hamil atau hanya khayalan semata. Apalagi ada beberapa orang yang selalu bertanya, "udah mual belum?", "ngidam apa?", dsb..

2 minggu kemudian, saya pun kembali ke Penang menjumpai Dr. Devindran untuk mengecek kondisi jantung bayi. Pagi itu, saya mulai mual dan hampir muntah. Saya pikir cuma masuk angin biasa karena belum sarapan. Saat pemeriksaan, Dr. Devindran pun menyampaikan kabar bahagia. We are expecting twins! Saat itu saya cuma bisa bengong. Antara percaya dan tidak dengan apa yang diucapkan oleh Dr. Devindran. Rasanya ingin cubit diri sendiri biar yakin kalau ini bukan mimpi.

Rasa mual mulai intense saya rasakan sepulang dari Penang. Kalau perempuan hamil biasanya mengeluh setiap kali mual, saya malah menanti-nantikan sekali.  Mual yang saya rasakan itu seperti mabok ketika melakukan perjalanan. Belum sampai ke taraf muntah, cuma mual saja dan badan seperti tidak berdaya. Pernah satu hari saya tidak merasakan mual seperti biasanya, dan saya pun langsung panik tanya sana sini termasuk Mbah Google. Yang bikin parno, salah satu artikel yang saya dapatkan malah menyebutkan kalau terjadi sesuatu pada janin jika sang ibu mulai tidak merasa mual. Beberapa sahabat saya yang sudah pernah hamil menenangkan, tidak mual bukanlah perkara yang perlu dibesar-besarkan tapi justru harus disyukuri. Sementara Ibu saya ikutan panik melihat saya yang parno berlebih. Akhirnya saya memutuskan untuk bertanya melalui email ke Dr. Devindran. Beliau menyarankan saya untuk mendatangi dokter kandungan dan melakukan pengecekan USG agar saya tenang. Ternyata memang saya saja yang parno berlebihan.

Minimnya informasi yang saya punya seputar kehamilan, membuat saya bergantung pada Mbah Google. Setiap kali ada pertanyaan, selalu saja Google yang jadi acuan saya. Padahal kan symptomps hamil pada setiap orang berbeda-beda, tidak bisa disama ratakan. Sejak hari itu saya memutuskan untuk tidak mau lagi bergantung pada Google. Lebih baik bertanya langsung pada dokter :)

Memasuki usia kehamilan 3 bulan, rasa mual dan lemas makin intese saya rasakan. Saya tidak mampu beraktivitas dan keluar rumah. Paling sesekali saja, kalau ke dokter atau lagi pengen makan sesuatu. Perjalanan di mobil membuat saya mual parah yang akhirnya berujung muntah. Pernah saya nekat pergi arisan di Gandaria City lalu malah muntah di tengah perjalanan. Untungnya di mobil ada plastik dan air mineral.

Saat pertama kali cek di Dr. Handi, dokter kandungan rujukan Dr. Devindran yang praktik di RS. Pantai Indah Kapuk, beliau menyarankan saya untuk melakukan test TORCH. Darah yang diambil saat itu cukup banyak, 5 tabung. Setelah pengambilan darah, saya agak merasa lemas dan langsung makan steak untuk mengembalikan energi. Selang beberapa minggu kemudian, saya pun melakukan test ACA, yakni pengecekan kekentalan darah karena saat itu saya sempat mendengar kalau kekentalan darah pada ibu hamil dapat menghambat perkembangan janin.

Di trimester ini, perut saya juga belum kelihatan hamil sama sekali. Tapi suami dan orang tua ngotot agar saya tetap menggunakan kursi roda kalau jalan jauh di mal. Saya sih nurut aja, karena saya juga agak takut kecapean sehingga mengeluarkan flek. Jadi saya pikir, lebih baik mencegah deh.

TRIMESTER KEDUA (13-28 minggu)
Kata orang trimester kedua adalah masa-masa paling indah selama kehamilan. Well, bisa dibilang itu juga yang saya rasakan. Mual dan muntah perlahan hilang. Sugesti janin yang sudah mulai kuat saat memasuki usia 4 bulan membuat saya semakin percaya diri. Walaupun aktivitas saya juga masih sebatas ketemuan dengan teman dan sahabat, makan enak, pokoknya hal-hal yang bikin hati saya senang dan tidak stress. Meski energi sudah mulai pulih, namun pekerjaan masih belum berani saya terima sampai saat ini. Pokoknya saya ingin kehamilan ini bebas dari rasa stress. Hehe..

Perut saya juga mulai membuncit saat memasuki usia kehamilan 19 minggu. Sebenarnya agak bikin kepikiran juga sih, setiap kali ada yang bertanya, "kok tidak kelihatan seperti hamil kembar?" atau "kok perutnya belum kelihatan?". Pertanyaan-pertanyaan seperti itu cukup bikin saya parno sih, walaupun saya selalu berusaha menyikapinya dengan santai. Apakah ada yang salah dengan janin saya? Akhirnya saya pun bertanya pada Dr. Handi. Menurut beliau, saya punya rongga perut yang cukup besar sehingga meski hamil kembar pun tidak terlalu kelihatan. Padahal setiap kali USG, berat badan si kembar selalu bertambah normal. Beliau pun menambahkan, "nanti kalau kamu sudah hamil 5-6 bulan, baru akan kelihatan perubahan drastis di perutmu".

Di usia kehamilan 22 minggu, Dr. Handi merujuk saya untuk melakukan pemeriksaan pada Dr. Azen Salim. Konon beliau adalah ahlinya dalam mendeteksi kelainan pada janin. Saat itu saya dan suami mendatangi praktiknya di Archa Clinic di BSD. Atas instruksi Dr. Handi, saya membuat appointment 2 minggu sebelum kedatangan. Kliniknya cukup bagus, bersih dan yang paling penting antrinya nggak lama. Dokternya pun cukup informatif, ngajakin babies-nya ngobrol dan becanda terus sampai-sampai saya yang lagi tiduran ikutan ketawa mendengarnya. Saat itu kami juga melakukan USG 4D yang cukup bikin terharu biru setiap kali melihat foto dan videonya. Alhamdulillah, semua pengecekan hasilnya normal. Si suami yang juga parnoan bertanya ke dokter, "Dok, benar kan semua hasilnya bagus? Dokter ngomong jujur kan, nggak ada yang ditutup-tutupi?". Si Dr Azen pun menjawab, "Saya selalu ngomong apa adanya pada pasien. Kalau memang ada masalah, pasti saya utarakan agar kedua orang tuanya bisa lebih siap".



Perjalanan kehamilan saya dari trimester pertama ke kedua terbilang cukup lancar. Tidak ada keluhan yang berarti, hanya rasa paranoid berlebihan saja yang sangat mengganggu pikiran saya. Hanya saja saya sempat merasa gatal-gatal di seluruh badan. Rasanya ingin digaruk sekuat tenaga, padahal banyak yang melarang. Nafsu makan sayapun cukup menggila. Total berat badan saya naiknya juga cukup drastis, 10kg dalam waktu 4 bulan. Menurut Dr. Handi, setiap tubuh punya hormon yang berbeda-beda. Tapi saat itu beliau menyarankan agar saya mengurangi karbohidrat dan memperbanyak protein dan sayuran hijau. Bukan apa-apa, berat badan yang naik drastis pada ibu hamil dapat menimbulkan resiko preeklampsia, gestational diabetes, dan penyakit berbahaya lainnya. Sejak saat itu saya mulai sedikit menjaga makan, demi kepentingan saya sendiri dan juga si kembar.

TRIMESTER KETIGA (29 minggu-37 minggu)
Memasuki trimester ketiga rasanya semakin deg-degan. Antara berasa ingin terus hamil sama pengen cepat-cepat ketemu si kembar. Kenapa pengen terus hamil? Karena saya pribadi ngerasa bahagia banget ada 2 malaikat yang menyatu dengan badan saya yang terus saya bawa kemana-mana. Trimester ketiga ini sudah lebih santai. Meskipun perut semakin besar dan berat, tapi saya menjalaninya dengan bahagia. Nafsu makan sudah lebih terkontrol. Tidak segragas trimester kedua. Setiap kali saya makan agak banyak, langsung berasa bega banget dan sesak nafas. Mungkin kapasitas perut sudah tidak mencukupi saat itu. Kontrol dokterpun jadi lebih sering, setiap minggu untuk mengecek perkembangan si kembar. Sempat beberapa kali harus CTG guna mengecek detak jantung si kembar dan jarak kontraksi. Pertama kali CTG saat usia kehamilan 34 minggu setelah melakukan suntik pematangan paru. Suntik ini dianjurkan bagi ibu hamil kembar dan beresiko prematur. Suntik pematangan paru sendiri dilakukan sebanyak 3 kali. Saat suntik pertama entah mengapa saya merasa mules. Entah efek suntik atau salah makan. Tapi selanjutnya justru baik-baik saja.

Memasuki usia hamil tua, Dr. Handi mulai mewanti-wanti saya untuk mulai lebih sensitif terhadap gerakan si kembar. Jika sewaktu-waktu saya merasakan kontraksi atau merasa gerakannya melambat atau berkurang, saya disarankan untuk segera ke RS terdekat dan melakukan CTG. Yah, namanya ibu-ibu parno, pernah saya buru-buru ke RS PIK karena panik pagi-pagi tidak merasakan gerakan. Malah saya sempat skip salah satu kelas AIMI karena ngerasa gerakan babies yang melambat. Untunglah, setelah dicek ternyata si kembar sepertinya sedang tidur makanya saat itu saya tidak merasakan adanya gerakan. Tapi pernah saat sedang CTG, detak jantung salah satu baby melambat. Ternyata setelah di USG, ruang dalam perut saya sudah mulai menyempit karena ukuran bayi yang semakin besar sehingga kepala keduanya sempat beradu. Tapi alhamdulillah tidak ada yang serius.

Memasuki usia kehamilan 35 minggu, Dr. Handi pun mulai menanyakan tanggal pilihan saya dan suami untuk melakukan operasi cesar. Katanya, kalau saya ingin mengeluarkan si kembar di usia kehamilan 36 minggu sebenarnya sudah aman. Namun akan lebih baik untuk menunggu hingga 38 minggu agar organ tubuh mereka semakin sempurna. Jika di awal kehamilan berat badan si kembar naik dengan normal, namun mendekati hari lahir berat badan mereka malah stagnan. Kata Dr. Handi, hal ini biasa terjadi pada kehamilan kembar mengingat ruang gerak yang semakin sempit. Jika tidak terdeteksi ada kelainan, berat badan rendah tidak perlu dikhawatirkan.


Tulisan mengenai pengalaman hamil ini sebenarnya sudah saya tulis saat masih hamil namun baru diselesaikan saat si kembar berusia 2 bulan 6 hari. Semoga bisa bermanfaat bagi yang juga tengah hamil kembar. Pengalaman melahirkan akan saya bagikan pada post selanjutnya.

2 comments:

  1. Mba salam kenal

    Sebelum ivf apa.saja yang di konsumsi mba., dan supplement apa saja untuk suami dan mba untuk mendukung prog ivf ini

    Mohon sharing nya ya mba

    Terima kasih
    Salam

    ReplyDelete
  2. Salam mba, mula terima kasih karena sudi berkongsi tentang IVF di blig sebelumnya. Memang saya terinspirasi akan perkongsian mba, dan kini semangat mau terus jalani IVF. Saya memlih untuk ke Penang cuma kini butuh agen untuk aturan perjalanan saya sekeluarga. Mohon doa buat kami sukses spt mba juga ya.

    ReplyDelete